Senin, 16 Juni 2025

Kita Pernah Bersama, Kalian Tetap di Hati


(Refleksi Akhirusanah Angkatan 1 SDUA Pandak)

Oleh: Triyanto, S.Pd.

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kekuatan, kesabaran, dan kemudahan dalam setiap langkah kita. Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan. Siswa-siswi angkatan pertama SD Unggulan Aisyiyah Pandak resmi dinyatakan lulus dan diselenggarakan kegiatan Akhirusanah angkatan I. Sebuah momen bersejarah yang tidak hanya menandai akhir dari satu fase belajar, tetapi juga awal dari perjalanan yang lebih tinggi dan luas.

Angkatan pertama ini sungguh istimewa. Kalian adalah putra-putri dari orang tua hebat yang mempercayai kami sepenuh hati, bahkan ketika sekolah ini belum memiliki jejak apapun. Tidak ada kakak kelas yang bisa ditanya, tidak ada alumni yang bisa jadi rujukan, bahkan ruang kelas pun masih numpang di komplek TK ABA. Hanya ada keyakinan, semangat dakwah pendidikan, dan harapan besar bahwa SD ini akan menjadi tempat tumbuhnya anak-anak shalih shalihah yang unggul dalam iman, ilmu, dan akhlak.

Kita semua; para guru, siswa, orang tua siswa, panitia pendiri dan ibu-ibu Aisyiyah, mengalami langsung suka duka perintisan ini. Mulai dari keterbatasan fasilitas, adaptasi sistem pembelajaran, hingga dinamika perubahan formasi tenaga pendidik. Namun dengan izin Allah, dan berkat kerjasama serta doa dari semua pihak, satu per satu tantangan itu bisa dilewati. Dan hari ini, buah dari keikhlasan itu mulai tampak. Kalian lulus, bukan hanya dengan nilai akademik, tapi dengan bekal kepribadian, kebersamaan, dan semangat untuk terus belajar.

Secara pribadi, saya yang pernah diberi amanah sebagai kepala sekolah di masa awal hanya bisa mendampingi kalian hingga awal kelas 3. Saya kemudian kembali bertugas di SD Unggulan Aisyiyah Bantul. Begitu pula dengan beberapa guru hebat yang sejak kelas 1 membersamai kalian — Bu Mentari, Bu Rima, Pak Frida, dan Bu Anik — yang harus melanjutkan pengabdian sebagai ASN di tempat lain. Bersyukur masih ada sosok luar biasa yang terus setia membersamai kalian, Ibu Rahmah, yang menjadi saksi perjalanan kalian dari hari pertama hingga hari ini. Tentu tak terlupakan pula guru-guru hebat lainnya yang hadir kemudian, meneruskan perjuangan mendidik dengan penuh cinta. Juga Bapak Suwardi yang harus rela bertambah beban tugas sebagai Plt. Kepala Sekolah SDUA Pandak selain tugas utama Kepala Sekolah SDUA Bantul.

Mohon maaf atas segala kekurangan kami selama membersamai. Ketulusan dan semangat kita semua semoga menjadi bagian dari jejak langkah kalian yang akan terus tumbuh dan berkembang. Kami bangga kepada kalian, anak-anak hebat angkatan pertama. Jadilah pelopor kebaikan, pembawa cahaya di mana pun kalian berada. Salam takzim untuk seluruh orang tua siswa. Kepercayaan, dukungan, partispasi dan doa bapak/ibu adalah anugerah luar biasa.

Selamat melangkah ke jenjang berikutnya anakku semua. Semoga Allah senantiasa menjaga kalian dan menjadikan ilmu yang kalian peroleh sebagai penerang hidup dan pemberat amal kebaikan.

Barakallahu fiikum.

 





Rabu, 11 Juni 2025

Ronda Malam, Ikhtiar Kolektif Menjaga Kampung Tercinta

Malam ini, seperti malam Rabu biasanya, para bapak warga RT 02 Pedukuhan Turi, Sumberagung, Jetis kembali berkumpul untuk melaksanakan giat ronda malam. Sebuah kegiatan yang barangkali terlihat sederhana, namun memiliki makna yang dalam bagi kehidupan sosial dan keamanan lingkungan kampung.

Tepat pukul 00.00 WIB, para peronda mulai berkumpul di pos ronda yang telah disepakati, yakni di rumah Bapak Jajuk, terletak di pojok RT 02. Dalam suasana penuh kehangatan, mereka duduk bercengkerama santai sambil menikmati teh hangat dan kopi panas. Obrolan ringan antarwarga ini menjadi pelepas lelah sekaligus penguat solidaritas. Ronda bukan hanya soal patroli malam, tapi juga membangun kebersamaan, menjalin komunikasi antarwarga yang mungkin di siang hari sibuk dengan urusan masing-masing.

Setelah cukup ramah tamah, ronda dimulai. Dipimpin langsung oleh Ketua RT 02, Bapak Ristiyono, para warga menyusuri rute yang telah menjadi bagian dari tradisi ronda di kampung ini. Berangkat dari titik pos di RT 02, menyusuri jalan ke selatan menuju RT 01, lalu melintasi pinggiran kampung yang berbatasan dengan aliran sungai Bulus. Suasana malam yang hening menjadi saksi komitmen para bapak yang rela memotong waktu tidurnya demi kampung yang aman.

Perjalanan dilanjutkan melintasi jembatan ke arah RT 04, lalu sambang ke RT 05, RT 06, dan RT 03 sebelum akhirnya kembali ke titik awal di RT 02. Rute ini bukan hanya simbol penjagaan fisik, tetapi juga bukti nyata bahwa keamanan adalah tanggung jawab bersama lintas RT. Bahwa satu kampung adalah satu tubuh, dan ronda adalah salah satu cara kita saling menjaga.

Pedukuhan Turi yang terdiri dari enam RT telah sepakat berbagi jadwal ronda, dan RT 02 kebagian giliran setiap malam Rabu. Alhamdulillah, sampai hari ini giat ini masih terlaksana dengan lancar dan penuh semangat. Selamat dan terima kasih kepada seluruh warga RT se-Pedukuhan Turi yang telah menjalankan tugas ronda dengan kompak dan penuh tanggung jawab. Semoga semangat ini terus terjaga.

Tak lupa, ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dukuh Drs. H. Ponimin yang tak pernah lelah memberikan arahan dan motivasi kepada warga. Peran beliau menjadi penguat moral dan pengingat bahwa kerja bakti sosial seperti ini adalah bagian dari ibadah dan ikhtiar kolektif untuk menciptakan kampung yang aman, tenteram, dan guyub.

Semoga kampung kita, Pedukuhan Turi, senantiasa diberi keberkahan, kedamaian, dan keselamatan. Karena kampung yang aman tidak hanya dijaga oleh pagar dan pintu, tetapi oleh hati-hati yang saling peduli.

Triyanto, S.Pd., Warga RT 02, Turi*




Senin, 09 Juni 2025

Mengaji dan Rapat, Dua Napas Gerakan Muhammadiyah Tingkat Ranting

Oleh: Triyanto, S.Pd.

Di antara sekian banyak dinamika dalam gerakan Muhammadiyah, peran pimpinan ranting tak bisa dipandang sebelah mata. Justru di tingkat rantinglah denyut Muhammadiyah paling nyata terasa. Di sinilah gerakan bersentuhan langsung dengan warga, dengan jamaah, dengan umat. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hidup-matinya Muhammadiyah sering kali bertumpu pada keaktifan dan keberlanjutan kegiatan di tingkat ranting.

Dua hal yang menjadi napas penting gerakan Muhammadiyah di tingkat akar rumput adalah mengaji dan rapat. Mengaji, karena ia adalah sumber ruh dan ilmu. Rapat, karena ia adalah wadah musyawarah, konsolidasi, dan koordinasi.

Alhamdulillah, di Ranting Muhammadiyah Sumberagung, gerakan ini terus kita hidupkan. Kegiatan pengajian selapanan Ahad Legi berjalan rutin, dan terus kita upayakan agar tidak putus. Jamaah juga kita dorong untuk menghadiri pengajian tingkat cabang setiap Ahad Wage, yang merupakan forum strategis memperluas cakrawala sekaligus mempererat ukhuwah. Selain itu, setiap Sabtu pagi ada kajian rutin yang digelar Majelis Tabligh PCM sebagai menu ilmu pekanan yang segar dan bergizi bagi ruhani kita.

Tidak kalah penting, selain mengaji adalah rapat. Rapat rutin bulanan menjadi tradisi yang kita galakkan. Bukan hanya sekadar membicarakan agenda dan teknis kegiatan, tetapi juga sebagai forum konsolidasi—tempat para pimpinan saling bertukar pikiran, menguatkan semangat, menyamakan langkah. Di forum inilah eksistensi kepemimpinan ranting terasa nyata. Ada proses leadership yang berjalan, bukan sekadar management event.

Tentu kami juga memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh ranting di lingkup PCM Jetis yang terus menunjukkan geliat gerak dakwah yang luar biasa. Masing-masing dengan cara, tantangan, dan kreativitasnya sendiri dalam menghidupkan Muhammadiyah di wilayahnya. Begitu pula untuk seluruh ranting Muhammadiyah se-Indonesia yang terus menyalakan obor dakwah dengan penuh ketulusan. Semangat fastabiqul khairat—berlomba dalam kebaikan—terus mengalir dalam denyut amal dan gerak yang nyaris tanpa henti.

Kami sadar, bahwa eksistensi pimpinan ranting bukan dilihat dari besar-kecilnya acara yang digelar, tetapi dari konsistensi dalam menghidupkan gerakan. Maka kami berdoa dan terus berikhtiar agar Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sumberagung beserta seluruh Ortomnya—'Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah, dan Kokam—senantiasa eksis dan bisa terus menebar kemanfaatan, tidak hanya bagi jamaah, tapi juga masyarakat luas.

Semoga semangat mengaji dan rapat menjadi energi yang menyalakan obor dakwah kita dari ranting untuk negeri.




Minggu, 08 Juni 2025

Pengajian Ahad Legi PRM Sumberagung Hadirkan Sekretaris PP Muhammadiyah

Bantul – Masjid Al-Ihsan Bulus Kulon kembali menjadi pusat semangat dan inspirasi dalam Pengajian Ahad Legi yang digelar oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Sumberagung, Ahad pagi, 8 Juni 2025. Kali ini, pengajian diisi oleh narasumber istimewa: Dr. Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Dalam tausiyahnya, Dr. Sayuti mengajak seluruh jamaah untuk mensyukuri nikmat besar menjadi bagian dari Muhammadiyah. Ia menekankan bahwa bergabung dalam Muhammadiyah bukan hanya soal organisasi, tetapi merupakan anugerah perjuangan di jalan kebaikan yang terstruktur, luas, dan konsisten.

Muhammadiyah sudah berusia 116 tahun, namun tetap dan terus bergerak untuk kebaikan umat dan bangsa, tegasnya.

Ia mengungkapkan data yang menunjukkan betapa besar kontribusi Muhammadiyah dalam amal usaha: lebih dari 5.000 sekolah, 163 perguruan tinggi, 440 pondok pesantren, ratusan rumah sakit dan klinik, serta lebih dari 20.000 TK ABA yang tersebar di seluruh Indonesia.

Namun yang menarik, menurut beliau, bukan hanya banyaknya amal usaha itu, tapi “baterai” Muhammadiyah yang seolah tak pernah habis dayanya.

“Apa rahasia daya tahan dan energi luar biasa itu?” tanya Dr. Sayuti yang kemudian menjawabnya sendiri: “Jawabannya terletak pada karakter khas warga Muhammadiyah.”

Beliau lalu menyebutkan sejumlah karakter utama warga Muhammadiyah yang menjadi sumber energi gerakan:

1. Aqidah yang lurus

2. Taat ibadah

3. Istiqomah

4. Ikhlas

5. Berjiwa gerakan

6. Suka beramal

7. Fathonah

8. Dan karakter positif lainnya.


Pesan tersebut kemudian beliau kuatkan dengan tadabbur ayat Al-Qur’an Ali Imran: 92:

"لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ"

(“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…”)

“Inilah semangat warga Muhammadiyah, beramal dengan tulus, bahkan dari apa yang paling dicintai. Maka tidak heran kalau amal usaha Muhammadiyah terus berkembang,” tutup Dr. Sayuti.

Pengajian Ahad Legi ini dihadiri ratusan jamaah warga Muhammadiyah se-Sumberagung dan menjadi momen yang memperkuat semangat dakwah serta rasa bangga menjadi bagian dari Muhammadiyah.



Rabu, 04 Juni 2025

Bangga Ber-Muhammadiyah

Oleh: Triyanto, S. Pd.

Menjadi seorang Muslim sejati adalah cita-cita setiap insan beriman. Namun, memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang benar bukan perkara mudah. Tidak semua dari kita memiliki kapasitas ilmu, waktu, atau kesempatan untuk menggali agama secara langsung dari sumber-sumber asli seperti Al-Qur'an dan Hadis dengan perangkat ilmu yang memadai. Maka dari itu, dibutuhkan panduan yang sahih dan terpercaya—sebuah jalan yang memudahkan kita meniti kehidupan beragama yang lurus, sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ.

Di sinilah pentingnya keberadaan Muhammadiyah. Sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah Shahihah, Muhammadiyah hadir dengan landasan tarjih—hasil ijtihad kolektif para ulama yang memiliki keilmuan mendalam. Melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, umat awam seperti kita dibimbing untuk berislam secara utuh, rasional, dan bersih dari takhayul, bid’ah, dan khurafat. Ber-Muhammadiyah bukan berarti ikut-ikutan kelompok, tetapi merupakan bentuk ikhtiar sadar untuk beragama secara ilmiah, bertanggung jawab, dan lurus.

Lebih dari itu, menjadi bagian dari Muhammadiyah adalah langkah nyata menuju amal saleh yang terorganisir. Kita tidak sedang “kurang kerjaan”, bukan pula sekadar mencari posisi atau panggung. Bergiat dalam Persyarikatan, entah sebagai guru, karyawan AUM, relawan, atau bahkan pimpinan tingkat ranting, cabang, sampai pusat, adalah bentuk ibadah. Ini adalah medan amal yang luas, tempat kita bisa berkontribusi dalam dakwah, pendidikan, kesehatan, sosial, dan banyak lini kebaikan lainnya.

Di Muhammadiyah, amal kita bukan hanya ikhtiar duniawi, tapi investasi akhirat. Kita menanam pohon amal yang kelak akan berbuah pahala, meski tidak mesti kita lihat hasilnya di dunia. Maka tak heran jika banyak kader dan pimpinan Muhammadiyah tetap istiqamah meski tak pernah digaji, tak pernah disanjung, bahkan sering kali dilupakan. Sebab mereka sadar, ini bukan soal dilihat manusia, ini tentang mengharap keridhaan Allah SWT.

Jadi, ber-Muhammadiyah adalah kebanggaan. Karena melalui Persyarikatan inilah kita meniti jalan Islam yang benar, dan menjadikan hidup ini lebih bermakna dengan amal yang berdaya guna. Kita tidak sempurna, tapi kita punya kompas. Kita bukan ulama, tapi kita punya bimbingan ulama. Kita bukan siapa-siapa, tapi kita ingin menjadi hamba yang berarti.

Selamat Milad Muhammadiyah ke 116 (8 Dzulhijjah 1446 H). Semoga tetap jaya, terus mencerahkan, dan menjadi pelita Islam berkemajuan untuk umat dan bangsa.


#BanggaberMuhammadiyah #IslamBerilmu #AmalBermakna #MiladMuhammadiyah1446H

Senin, 02 Juni 2025

Pemimpin: Penegak Aturan atau Pelayan Kebaikan?

Oleh: Triyanto M. Faraz

Dalam lingkup kecil seperti sekolah, organisasi, atau komunitas sosial, sosok pemimpin kerap kali menjadi penentu arah perjalanan sebuah kelompok. Namun, karakter kepemimpinan yang terbentuk di dalamnya tidak selalu sama. Ada pemimpin yang bangga ketika aturan ditegakkan dengan mutlak, dan ada pula yang berjuang agar setiap kebijakan membawa kenyamanan dan kemaslahatan bersama. Keduanya mungkin sama-sama merasa telah melakukan tugasnya dengan baik, namun perbedaannya terletak pada cara pandang terhadap manusia dan makna dari keberhasilan.

Ada tipe pemimpin yang menjadikan ketaatan sebagai parameter keberhasilan. Ketika semua anggota mengikuti aturan yang ia tetapkan, maka itu dianggap sebagai keberhasilan mutlak. Ia bangga melihat tidak ada yang keluar barisan, semua tertib, semua "tunduk." Namun, dalam diam, bisa jadi beberapa anggota hanya mematuhi karena takut, bukan karena setuju. Beberapa merasa tidak nyaman, bahkan sudah pernah menyampaikan kritik atau usulan perbaikan, namun dianggap membangkang atau tidak taat.

Cara pandang seperti ini bisa saja lahir dari niat baik: menjaga keteraturan, memastikan jalannya sistem. Tetapi ketika aturan menjadi lebih penting daripada orang-orang yang menjalankannya, maka kepemimpinan berubah dari seni mempengaruhi menjadi seni memaksa. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mematikan kreativitas, mengikis rasa memiliki, dan menciptakan iklim organisasi yang penuh tekanan.

Sebaliknya, ada tipe pemimpin yang menjadikan pelayanan sebagai napas kepemimpinannya. Ia tak mudah puas hanya karena semua berjalan "sesuai aturan." Ia mendengar, menimbang, dan membuka ruang bagi dialog. Ketika ada anggota yang merasa aturan kurang tepat, ia tidak tersinggung, justru bersyukur karena itu menjadi bahan evaluasi. Ia berupaya mencari jalan tengah yang tetap menjaga nilai inti, namun tidak memberatkan mereka yang harus menjalankan.

Pemimpin seperti ini tidak selalu mudah. Ia mungkin harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk mendengarkan, memikirkan ulang keputusan, bahkan merelakan sebagian kenyamanannya sendiri demi anggota. Namun kebanggaannya bukan pada ketaatan semu, melainkan pada kepuasan anggota yang merasa dihargai dan dilibatkan. Ia memahami bahwa aturan yang baik bukan hanya yang bisa ditegakkan, tapi juga yang bisa diterima dengan hati.

Dalam kehidupan organisasi atau komunitas, aturan memang penting. Tapi yang lebih penting adalah manusia yang menghidupinya. Kepemimpinan bukan sekadar soal menjaga disiplin, tapi juga tentang merawat hubungan. Bukan hanya tentang "berhasil menertibkan," tapi tentang berhasil membuat orang merasa aman, dihargai, dan berkembang bersama.

Kamis, 29 Mei 2025

Kapan Terakhir Kita Sholat Tahajjud?

Oleh: Triyanto S. Pd.

Kapan terakhir kita bangun di sepertiga malam terakhir, menyendiri dalam sujud, dan melafazkan doa dalam keheningan? Masihkah kita akrab dengan sholat tahajjud—sholat yang disebut sebagai sebaik-baik sholat setelah yang fardhu?

Mari kita jujur. Kapan terakhir kita melakukannya? Sepekan lalu? Sebulan lalu? Atau jangan-jangan, sudah begitu lama hingga kita lupa kapan terakhir kali melaksanakan sholat yang mulia ini? Jika iya, maka tulisan ini adalah ajakan lembut, pengingat penuh cinta—terutama untuk diri saya sendiri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> "Sebaik-baik sholat setelah sholat fardhu adalah sholat malam (tahajjud)."

(HR. Muslim no. 1163)

Sholat malam bukan sekadar tambahan amal. Ia adalah bukti cinta kepada Allah, tanda kerinduan, dan jembatan kedekatan antara hamba dengan Rabb-nya. Ia adalah amalan para shalihin terdahulu. Bahkan Allah memuji mereka dalam Al-Qur’an:

> "Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)."

(QS. Adz-Dzariyat: 17–18)

Sungguh, tahajjud adalah amalan agung yang sering kali kita abaikan. Padahal, di dalamnya ada limpahan rahmat, ampunan, dan jawaban atas segala keluh kesah. Allah bahkan menyebutnya sebagai jalan menuju kedudukan terpuji:

> "Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajjud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji."

(QS. Al-Isra’: 79)

Sebagai manusia yang sering merasa lelah, gelisah, dan penuh harap, kita sebenarnya sangat butuh sholat tahajjud. Bukan karena Allah butuh, tapi karena kitalah yang memerlukan waktu khusus untuk bermunajat dan memohon kekuatan dari-Nya.

Namun entah mengapa, sholat yang satu ini justru sering luput. Kita tertidur terlalu larut, atau terbangun tapi lebih memilih untuk kembali memeluk bantal daripada menengadah ke langit dalam doa. Padahal, di sepertiga malam terakhir, Allah turun ke langit dunia dan menyeru:

> "Adakah orang yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya? Adakah orang yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya? Adakah orang yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya?"

(HR. Bukhari dan Muslim)

Saudaraku, mari kita tanyakan sekali lagi: kapan terakhir kita sholat tahajjud? Dan kapan terakhir kita merindukannya?

Tulisan ini bukanlah ceramah dari orang yang sudah istiqamah, tetapi seruan dari seorang yang merindukan bangkitnya kembali semangat untuk melaksanakan tahajjud. Sebuah refleksi untuk saya pribadi yang sering alpa, sering beralasan, dan terlalu mudah tertidur di malam-malam yang seharusnya menjadi saat bermunajat.

Semoga Allah melembutkan hati kita, menguatkan tekad kita, dan membangunkan kita di waktu yang penuh berkah itu. Semoga kita termasuk dalam barisan hamba-hamba yang dirindukan oleh malam, karena kita bersujud di dalamnya. Aamiin.

Selasa, 27 Mei 2025

Refleksi Musibah Gempa Bantul 27 Mei 2006

 


Oleh: Triyanto, S.Pd.

Sabtu pagi, 27 Mei 2006, menjadi salah satu pagi paling mencekam yang pernah saya alami. Tanpa tanda-tanda, bumi Bantul berguncang hebat selama kurang dari satu menit namun kehancurannya begitu luar biasa. Rumah-rumah roboh bagai kartu domino, sekolah, balai, pasar bahkan masjid pun rusak berat, jalan-jalan retak, dan listrik padam total. Kampung berubah menjadi puing-puing dan debu.

Saya masih ingat dengan jelas suasana pagi itu, teriakan minta tolong, tangis anak-anak, dan kepanikan luar biasa. Di antara reruntuhan, tampak tubuh-tubuh terjepit balok, ada yang tertimpa dinding, bahkan tak sedikit yang berlumuran darah. Beberapa orang tergopoh-gopoh membawa kerabatnya yang terluka, berusaha mencari pertolongan di tengah kondisi yang kacau. Banyak yang shock, berdiri kebingungan tanpa tahu harus ke mana. Komunikasi terputus, dan rasa takut melumpuhkan segalanya.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ribuan jiwa melayang pada hari itu. Kita doakan semoga mereka wafat dalam husnul khatimah, dicatat sebagai syuhada, dan mendapat tempat mulia di sisi Allah. Bagi keluarga yang ditinggalkan, semoga terus diberikan kekuatan dan kesabaran.

Bagi saya pribadi, selamat dari kejadian itu serasa diberi kesempatan hidup kedua. Saat melihat bangunan rata dengan tanah dan banyak nyawa terenggut, saya sadar betapa kecil dan lemahnya kita sebagai manusia. Seandainya Allah berkehendak lain, saya pun bisa termasuk di antara yang tak selamat. Maka hidup setelah itu bukan lagi sekadar rutinitas, tapi seharusnya menjadi perjalanan penuh makna lebih bersyukur, lebih serius beribadah, dan lebih sungguh-sungguh dalam memberi manfaat kepada sesama.

Musibah besar ini menyadarkan kita bahwa dunia ini tidak stabil. Apa yang selama ini kita anggap kokoh ternyata bisa lenyap dalam hitungan detik. Maka jangan sampai kita terlena dengan kenikmatan dunia. Gunakan sisa usia untuk amal terbaik. Bangun hubungan yang lebih kuat dengan Allah, lebih peduli kepada sesama, dan lebih bijak memaknai hidup.

Jika hari ini kita masih bisa membaca tulisan ini, masih bisa bernapas dan melangkah, itu adalah karunia tak terhingga. Jangan sia-siakan kesempatan hidup ini. Karena tak ada yang tahu kapan waktunya kita akan diguncang lagi oleh gempa, oleh musibah, atau oleh kematian. Tentu atas kehendak-Nya.

Senin, 19 Mei 2025

Wakil Bupati Bantul Tinjau Pelaksanaan ASPD di SD Unggulan Aisyiyah Bantul

 

BANTUL – Wakil Bupati Bantul, Bapak Aris Suharyanta, S.Sos.MM. melakukan kunjungan monitoring pelaksanaan Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah (ASPD) di SD Unggulan Aisyiyah (SDUA) Bantul pada Senin, 19 Mei 2025.

Dalam kunjungan tersebut, Wabup didampingi oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bantul, Bapak Nugroho Eko Setyanto, S.Sos.MM. Turut hadir Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Bantul Hj. Farida Ulfah Ma’rifah, Kepala Korwil Bantul Hj. Tutik Saptiningsih, M.Pd. serta perwakilan dari Majelis Dikdasmen PDM Bantul; Bapak Dr. Dedi Pramono, M.Hum., Dr. Padrul Jana, S.Pd., M.Sc. dan Dr. Giri Wiyono. M.Pd. juga unsur BPH SDU ibu Mamik Mardyastuti, SE. 

Rombongan disambut langsung oleh Kepala SDUA Bantul, Bapak Suwardi, M.Pd., beserta jajaran guru dan karyawan. Dalam sambutannya, Wakil Bupati mengapresiasi kesiapan SDUA Bantul dalam menyelenggarakan ASPD. Beliau berharap pelaksanaan asesmen berlangsung lancar hingga hari terakhir, dan para siswa dapat meraih hasil terbaik.

Secara pribadi, Wabup juga menyampaikan testimoni positif terhadap mutu pendidikan di SDUA. Putra pertamanya merupakan alumni SDUA dan kini tengah menempuh pendidikan tinggi, sementara putra keduanya juga saat ini duduk di kelas 6 SDUA Bantul dan menjadi salah satu peserta ASPD. 

Kepala Dinas Dikpora Bantul, Bapak Nugroho, menambahkan apresiasi kepada seluruh sekolah yang telah mempersiapkan ASPD dengan sungguh-sungguh. Ia menekankan capaian ASPD menjadi salah satu tolok ukur penting untuk mengetahui kualitas pendidikan dan berharap terus ada peningkatan. 

Usai sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan ramah tamah yang berlangsung hangat dan penuh keakraban. Acara kemudian ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Triyanto, S.Pd., Kepala Urusan Keislaman SDUA Bantul.

Sebelum meninggalkan lokasi, Wabup dan segenap tamu menyempatkan diri menyapa langsung para siswa yang akan mengikuti ujian. Dengan penuh semangat, beliau memberikan motivasi singkat agar anak-anak tetap percaya diri, tenang, dan mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh.

Kunjungan diakhiri dengan sesi foto bersama; Wakil Bupati, para pejabat tamu, pimpinan sekolah, dan perwakilan guru. Momen ini menjadi simbol dukungan bersama terhadap suksesnya pelaksanaan ASPD dan komitmen membangun pendidikan unggul di Kabupaten Bantul.



Minggu, 18 Mei 2025

ASPD dan Ikhtiar Pendidikan yang Bermakna

Oleh: Triyanto, S.Pd.

Setiap akhir tahun pelajaran, siswa kelas 6 Sekolah Dasar dihadapkan pada momen penting: Asesmen Standar Pendidikan Daerah (ASPD). Di SD Unggulan Aisyiyah Bantul, momen ini bukan sekadar ajang mengejar angka atau peringkat. Lebih dari itu, ASPD kami maknai sebagai bagian dari proses pendidikan yang utuh—yang menyentuh akal, hati, dan jiwa.

Anak-anak kelas 6 telah menapaki fase belajar yang panjang. Mereka bersungguh-sungguh mempersiapkan diri. Tambahan jam belajar, latihan soal, dan pendampingan intensif dari para guru adalah bentuk ikhtiar optimal yang dilakukan bersama. Namun, di balik semua itu, ada nilai-nilai yang jauh lebih penting dari sekadar capaian kognitif: kegigihan, kejujuran, tanggung jawab, dan kesungguhan dalam menuntut ilmu—yang merupakan kewajiban setiap Muslim.

Pendidikan karakter tetap menjadi fondasi utama. Kami terus menanamkan bahwa hasil adalah urusan Allah, tugas kita adalah berusaha sebaik-baiknya. Anak-anak dibimbing untuk mengerjakan ujian dengan jujur, tanpa menempuh jalan pintas. Mereka diajak untuk memaknai setiap proses belajar sebagai jalan menuju masa depan yang lebih baik, bukan sekadar menuntaskan kewajiban.

Di balik usaha anak-anak, ada doa yang tak pernah putus dari orang tua, para guru, dan seluruh elemen sekolah. Dukungan moral dan spiritual inilah yang menjadi energi tambahan dalam ikhtiar bersama ini. Kami percaya bahwa keberhasilan bukan hanya hasil dari latihan dan belajar keras, tetapi juga buah dari doa yang tulus dan harapan yang terus dipanjatkan.

Selamat menempuh ASPD, anak-anak hebat! In sya Allah, hasil tidak akan mengkhianati proses. Tetap tenang, jujur, dan percaya diri. Semoga Allah SWT membalas setiap tetes usaha, doa, dan pengorbanan dengan hasil terbaik yang membawa berkah dan kebaikan di masa depan. Aamiin.

Sabtu, 17 Mei 2025

Ruang Digital, Wajah Kita?

Oleh: Triyanto M. Faraz

Dulu, kita bangga menyebut diri sebagai bangsa yang berbudaya timur—ramah, santun, dan menjunjung tinggi tata krama dalam bertutur maupun bertindak. Tapi hari ini, pemandangan di media sosial justru memperlihatkan wajah yang sangat berbeda: komentar penuh caci maki, umpatan tak beretika, serta penghinaan yang dilontarkan dengan ringan, seolah tak berdosa.

Ironi ini makin nyata ketika berbagai penelitian internasional menyebut bahwa masyarakat Indonesia tergolong yang paling "barbar" dalam bermedia sosial. Sungguh menyedihkan. Negeri yang menjunjung tinggi nilai Pancasila dan sopan santun kini tampak kehilangan adab di ruang digital.

Bagi sahabat yang membaca tulisan ini dan merasa belum pernah menjumpai kondisi seperti itu, bersyukurlah. Itu pertanda Anda termasuk yang terjaga dari keburukan digital, atau berada dalam lingkaran pertemanan yang sehat. Namun, jika ingin melihat sendiri bagaimana kondisi yang saya maksud, cobalah buka kolom komentar pada berita-berita politik, atau unggahan akun-akun tokoh publik. Bukan isi postingannya yang jadi soal, tapi komentar netizen di bawahnya—penuh hujatan, saling tuduh, makian, dan hinaan yang tak lagi mengindahkan norma atau sopan santun.

Apakah ini wajah baru bangsa kita? Ataukah sejak lama memang ada tabiat seperti ini yang tersembunyi, dan kini menemukan pelampiasannya di media sosial? Sebagian pihak bahkan melihat bahwa budaya debat ala buzzer politik—yang dibentuk dengan framing, narasi fitnah, dan serangan personal—telah merusak cara berpikir dan berkomunikasi publik kita. Awalnya hanya di lingkaran politik, tapi lama-kelamaan menjadi gaya debat umum yang brutal dan melampaui batas keadaban.

Tentu tidak semua warga dunia maya seperti itu. Masih banyak yang menjaga tutur kata, menyampaikan kritik dengan santun, dan memilih diam daripada menghina. Tapi suara-suara bising dan penuh kebencian seolah lebih dominan dan mencemari ruang bersama kita.

Inilah krisis akhlaq komunikasi yang sedang kita hadapi. Bukan sekadar soal etika digital, tapi persoalan mendasar tentang siapa kita sebagai bangsa. Jika ruang digital terus dibiarkan tanpa upaya perbaikan akhlaq, maka yang rusak bukan hanya interaksi online, tapi juga karakter masyarakat secara luas.

Apakah kita akan tetap membiarkan kebencian menjadi bahasa baru di era digital ini? Atau kita mulai membangun kembali ruang percakapan yang beradab—karena dari sanalah masa depan bangsa yang sehat bisa dimulai?

Selasa, 13 Mei 2025

Tantangan Sekolah di Era Teknologi Canggih: Bukan Sekadar Tempat Mencari Ilmu

Oleh: Triyanto M. Faraz

Di era teknologi yang semakin canggih, dunia pendidikan menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Informasi dan pengetahuan kini tersedia begitu melimpah dan mudah diakses. Cukup dengan mengetik pertanyaan di platform seperti Google, ChatGPT, atau Meta AI, siswa bisa mendapatkan jawaban yang cepat, ringkas, dan kadang lebih menarik dari penjelasan di ruang kelas. Hal ini memunculkan kekhawatiran: apakah peran guru akan tergantikan? Apakah sekolah akan kehilangan relevansinya?

Jika sekolah hanya berfungsi sebagai tempat menuangkan ilmu, maka benar—ia akan ketinggalan zaman. Teknologi bisa melakukannya dengan lebih cepat dan fleksibel. Namun, di sinilah justru momentum untuk mendefinisikan ulang makna sekolah.

Sekolah harus menjadi lebih dari sekadar tempat belajar akademik. Ia harus menjadi ekosistem sosial, tempat siswa belajar tentang nilai, karakter, kerja sama, empati, dan tanggung jawab. Di sekolah, anak-anak bertumbuh dalam interaksi nyata, mengalami dinamika kehidupan sosial yang tidak bisa diajarkan oleh algoritma.

Lebih dari itu, sekolah adalah media untuk menanamkan nilai iman dan takwa. Ini bukan sekadar pelajaran agama di jam tertentu, melainkan kultur yang dibangun sehari-hari: dari pembiasaan ibadah, adab berbicara, kedisiplinan, hingga sikap hormat terhadap guru dan teman. Di sinilah letak kekuatan yang tak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apa pun.

Untuk tetap eksis dan dibutuhkan, sekolah juga harus berani berinovasi. Metode belajar perlu disesuaikan dengan zaman. Pembelajaran berbasis proyek, kolaborasi digital, integrasi teknologi dalam proses pembelajaran, dan ruang-ruang kreatif untuk eksplorasi minat siswa menjadi keharusan. Sekolah yang stagnan akan tertinggal, tetapi sekolah yang adaptif dan kreatif akan menjadi tempat yang dirindukan.

Era teknologi bukan ancaman, melainkan peluang bagi sekolah untuk menemukan jati dirinya yang lebih dalam. Sekolah bukan hanya tempat mencari ilmu, tetapi tempat anak-anak mencari jati diri, menguatkan iman, dan menemukan inspirasi hidup. Dan selama nilai-nilai itu dijaga dan diperkuat, sekolah akan selalu punya tempat penting dalam peradaban. Tak terkecuali bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah termasuk SD Unggulan Aisyiyah Bantul.

Berfikir Mandiri, Menulis Bersama AI

Oleh: Triyanto M. Faraz

Dalam dunia kepenulisan hari ini, teknologi telah menjadi teman setia. Saya pribadi, dalam proses menulis, tidak selalu menuangkan gagasan secara manual dari awal hingga akhir. Sering kali, saya memanfaatkan bantuan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), untuk menyusun, merapikan, atau mempercepat proses penyajian tulisan.

Namun penting untuk saya tegaskan: gagasan, arah, dan isi dari tulisan yang saya publikasikan tetap merupakan buah pikiran saya. AI hanyalah alat bantu, bukan sumber ide. Ia bekerja sesuai instruksi yang saya berikan, bukan berpikir menggantikan saya.

Setiap tulisan yang saya hasilkan tetap saya tinjau dan sesuaikan agar selaras dengan nilai, sudut pandang, dan tanggung jawab pribadi saya sebagai penulis. Maka, jika ada kekeliruan dalam materi atau penafsiran, saya tidak menyalahkan teknologi—saya bertanggung jawab penuh atasnya.

Di tengah berkembangnya teknologi, mari kita manfaatkan alat bantu secara bijak, tanpa kehilangan jati diri sebagai penulis yang berpikir dan bertanggung jawab atas kata-katanya.

Senin, 12 Mei 2025

Pemberitahuan: Penggunaan Nama Pena “Triyanto M. Faraz”

Bismillahirrahmanirrahim.. 

Dengan ini saya sampaikan bahwa mulai bulan Mei 2025, saya akan sering menggunakan nama pena: Triyanto M. Faraz dalam berbagai karya tulis, baik dalam bentuk buku, artikel, maupun konten digital.

Nama pena ini merujuk pada pribadi yang sama dengan Triyanto, S.Pd., yaitu saya sendiri, seorang guru swasta yang tinggal di Bantul, D.I. Yogyakarta. Pemilihan nama pena ini bertujuan untuk memberikan ciri khas dalam karya-karya yang saya tulis, tanpa mengubah atau menyamarkan identitas asli.

Bagi pembaca, penerbit, atau pihak mana pun yang menjumpai nama Triyanto M. Faraz dalam suatu karya, dapat memahami bahwa itu adalah nama pena dari saya, Triyanto, S.Pd.

Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi resmi dalam pelacakan karya, pengutipan, maupun komunikasi profesional.


Hormat saya,

Triyanto, S.Pd.

(Nama pena: Triyanto M. Faraz)

Sabtu, 10 Mei 2025

LPCR PDM Bantul Gelar Forum Silaturahmi PCM se-Kabupaten Bantul


Perkuat Sinergi dan Komitmen Penguatan Cabang-Ranting

Bantul – Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul menyelenggarakan forum silaturahmi bagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) se-Kabupaten Bantul pada Sabtu, 10 Mei 2025. Acara yang penuh kehangatan ini digelar di Rumah Makan Brongkos Badrun, Piyungan, dengan PCM Piyungan sebagai tuan rumah.

Sebanyak 20 cabang hadir dalam forum ini, masing-masing diwakili oleh ketua dan sekretaris PCM. Turut hadir pula dalam kegiatan ini Sekretaris PDM Bantul, Bapak Aris Samsugito, S.Ag., serta Wakil Ketua PDM yang membidangi LPCR, H. Sumarna, M.Pd.

Dalam sambutannya, Bapak Waston Nurhadi selaku ketua PCM Piyungan, menyampaikan rasa syukur dan kehormatan atas kepercayaan yang diberikan untuk menjadi tuan rumah forum silaturahmi ini. Ia berharap kegiatan ini membawa manfaat besar bagi perkembangan gerakan Muhammadiyah di tingkat cabang dan ranting.

Acara dibuka oleh Ketua LPCR PDM Bantul, Bapak Harimawan, S.Pd.T, M.Si., yang dalam pengantarnya menegaskan pentingnya forum silaturahmi sebagai ajang berbagi informasi, memperkuat ukhuwah, dan menyamakan langkah dalam membina dan mengembangkan cabang dan ranting di wilayah Bantul.

Forum ini membahas sejumlah agenda strategis, di antaranya penguatan cabang dan ranting Muhammadiyah, pengelolaan masjid-masjid Muhammadiyah secara terpadu dan profesional, serta program pembuatan Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM) terbaru.

Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi seluruh PCM untuk memperkuat koordinasi dan mempercepat gerak dakwah Muhammadiyah yang berkemajuan, menyatu dalam semangat kolaborasi dan kebersamaan antarstruktur persyarikatan di Kabupaten Bantul.




Selasa, 06 Mei 2025

Almira Adzakia Ahmad, Raih Juara 1 Lomba Menulis Cerita FLS3N Kapanewon Bantul

Bantul — Alhamdulillah, kabar membanggakan datang dari SDUA Bantul dalam ajang Festival Lomba Seni & Sastra Siswa Nasional (FLS3N) tingkat Kapanewon Bantul yang digelar pada Selasa, 6 Mei 2025 di SD Negeri 1 Palbapang. Almira Adzakia Ahmad, salah satu siswa terbaik kami, berhasil meraih Juara 1 dalam Lomba Menulis Cerita Fiksi, mengungguli sekitar 25 peserta dari berbagai SD di wilayah Kapanewon Bantul.

Lomba ini mensyaratkan penulisan cerita fiksi secara langsung di laptop dengan jumlah minimal 500 kata—sebuah tantangan yang cukup berat bagi siswa SD. Namun Almira membuktikan bahwa dengan ketekunan dan kepercayaan diri, tantangan itu bisa ditaklukkan. Ia mampu menyelesaikan tulisannya dengan baik, dan yang lebih membanggakan lagi, dinilai sebagai yang terbaik.

Sebagai pembimbing lomba, saya pribadi merasa sangat bersyukur dan bangga atas capaian ini. Dengan waktu persiapan yang sangat singkat, Almira bisa menunjukkan kemampuannya dengan semangat belajar yang luar biasa. Prestasi ini adalah buah dari kerja keras, latihan, dan keteguhan hati.

Selain dari cabang menulis cerita, SDUA Bantul juga meraih prestasi gemilang di cabang seni lainnya, yaitu Juara 1 Pantomim (Haura dan Putri), Juara 3 Mendongeng (Ondin), dan Juara 3 Kriya (Luthfi). Ini menjadi bukti nyata bahwa siswa-siswi SDUA tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kaya kreativitas dan bakat seni.


Semoga pencapaian ini menjadi inspirasi bagi siswa-siswi lain untuk terus berkarya dan berprestasi. Mari kita terus dukung generasi hebat ini untuk melangkah lebih jauh!


Triyanto, S.Pd.

Guru Pembimbing

Sabtu, 03 Mei 2025

Terhasut Framing, Terhapus Akal Sehat


Di zaman derasnya informasi seperti sekarang, sungguh menyedihkan melihat betapa mudahnya banyak orang terhasut oleh framing media. Hanya bermodal potongan video, headline tendensius, atau narasi yang dibumbui emosi, seseorang yang jelas-jelas punya rekam jejak baik, tiba-tiba bisa dicap buruk, sesat, bahkan dicemooh tanpa ampun.

Ironisnya, sebagian besar dari mereka yang memberi penilaian itu bahkan tidak pernah kenal langsung dengan sosok yang mereka hakimi. Tak pernah duduk bersama, berbicara langsung, apalagi memahami kiprahnya secara utuh. Mereka hanya menyusun persepsi dari potongan-potongan informasi yang sudah digiring sedemikian rupa oleh media yang tak jujur. Keadilan pun dikubur hidup-hidup oleh kecepatan jari dan emosi sesaat.

Di tengah gelombang penghakiman publik yang tidak adil itu, berdirilah orang-orang tangguh yang menjadi korban framing. Mereka tetap tegar, tidak membalas, tidak merendahkan, dan tetap menunaikan kebaikan seolah tak terjadi apa-apa. Inilah manusia-manusia luar biasa yang hatinya dijaga Allah. Mereka bukan hanya sabar, tapi juga sabar yang aktif: tidak terjebak dalam balas dendam, tetap menjaga akhlaq, dan menyerahkan urusannya kepada Yang Maha Adil.

Mungkin benar, inilah salah satu makna dari sabar yang pantas mengantarkan seseorang ke surga. Bukan sekadar sabar dalam sakit atau musibah, tapi sabar dalam fitnah. Sabar saat dituduh hal yang tidak pernah dilakukan. Sabar saat dihina oleh mereka yang tidak kenal siapa kita sebenarnya. Dan sabar yang seperti inilah, yang Rasulullah saw sabdakan:

"الصَّبْرُ ضِيَاءٌ" — Sabar itu cahaya. (HR. Muslim)

Sebuah cahaya yang menuntun jiwa tetap bersinar meski dunia gelap oleh fitnah.

Jumat, 02 Mei 2025

Hardiknas 2025: Saatnya Pendidikan yang Meneguhkan dan Mencerahkan

Oleh: Triyanto, S.Pd.

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai momentum reflektif untuk menakar kembali arah perjalanan pendidikan kita. Tahun demi tahun, kurikulum berganti, metode pembelajaran diperbarui, teknologi merambah ruang kelas. Namun, ada satu hal yang tak boleh dilupakan dan justru harus terus ditegaskan: bahwa tujuan akhir pendidikan sejatinya adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

Dalam konteks zaman yang semakin menipiskan batas antara benar dan salah, gempuran budaya instan, dan derasnya arus informasi yang tak terseleksi, peserta didik membutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan. Mereka butuh akar yang kuat—yakni iman dan taqwa yang otentik dan membumi. Bukan sekadar hafalan doktrin keagamaan, tetapi iman yang hidup dalam keseharian, yang menjadi cahaya dalam gelapnya kebingungan moral zaman.

Iman yang otentik bukanlah sekadar simbol, melainkan keyakinan yang bersemayam dalam hati, diucapkan dalam lisan, dan dibuktikan dalam perbuatan. Ia tampak dalam kejujuran seorang siswa meski tak diawasi, dalam empati kepada teman, dalam adab saat berpendapat, dan dalam keteguhan menolak ajakan negatif walau dilakukan banyak orang. Inilah yang disebut taqwa yang mengejawantah dalam karakter—kokoh, tak tergoyahkan oleh tipu daya zaman.

Pendidikan yang mencerahkan adalah pendidikan yang tak hanya menanamkan logika berpikir, tapi juga nurani yang bening. Dalam kerangka inilah, sekolah, keluarga, dan masyarakat harus menjadi ladang subur bagi tumbuhnya iman dan akhlaq mulia. Guru bukan sekadar pengajar, tapi juga teladan. Kurikulum bukan hanya alat ukur capaian kognitif, tapi juga peta jalan pembentukan kepribadian.

Di era digital ini, anak-anak kita menghadapi ujian yang tak kasat mata: banjir informasi, gaya hidup hedonistik, normalisasi perilaku amoral, dan disorientasi nilai. Maka bentengnya bukan hanya firewall digital, tapi juga keimanan yang kokoh, yang membuat mereka tahu kapan harus berkata "tidak" sekalipun semua berkata "ya". Mereka tak silau oleh popularitas, tak rapuh oleh tekanan sosial, karena telah memiliki pegangan hidup yang benar.

Mari menjadikan Hardiknas 2025 sebagai momentum memperkuat visi pendidikan nasional yang tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga unggul secara spiritual dan moral. Karena masa depan Indonesia bukan hanya soal teknologi dan ekonomi, tetapi tentang siapa manusia-manusia yang akan mengelolanya.

Pendidikan yang sejati adalah yang mampu menumbuhkan manusia yang bertuhan, beradab, dan membangun peradaban. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Jumat, 25 April 2025

Sambutan Ketua Majelis Paud Dasmen PDA Bantul atas Peluncuran Buku: "Langkah Kecil Cahaya Besar"

 

Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepada kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk senantiasa terlibat dalam ikhtiar mulia: mendidik generasi penerus bangsa. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad , suri teladan terbaik dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam mendidik anak dan keluarga.

Dengan rasa syukur dan bangga, kami menyambut baik hadirnya buku ini: “Langkah Kecil, Cahaya Besar: Ikhtiar Pendidikan Anak Implementasi 7 Kebiasaan Hebat” sebuah karya edukatif-inspiratif yang menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui pendekatan Islami dan pembiasaan positif sejak dini.

Buku ini sangat relevan digunakan sebagai referensi pendidikan anak usia dini dan tingkat sekolah dasar, Nilai-nilai seperti bangun pagi, rajin ibadah, makan sehat, berolahraga, gemar belajar, hidup sosial yang baik, hingga tidur tepat waktu, merupakan pilar penting dalam pembentukan karakter anak yang paripurna: sehat jasmani, kuat spiritual, dan cerdas emosional.

Kami mengapresiasi pendekatan yang digunakan dalam buku ini—bahasa yang ramah, kisah inspiratif yang membumi, serta tips aplikatif yang membantu guru dan orang tua mendampingi anak secara lebih komprehensif. Inilah bentuk nyata dari pendidikan yang tidak hanya menekankan kognitif, tetapi juga membangun akhlak dan adab, sebagaimana spirit pendidikan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan menjadi dasar gerakan pendidikan ‘Aisyiyah selama ini.

Harapan kami, buku ini dapat dimanfaatkan secara luas tidak hanya di lingkungan pendidikan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, tetapi juga di sekolah umum termasuk sekolah negeri sebagai sumber bacaan pengayaan karakter Islami. Lebih dari itu, semoga buku ini menjadi salah satu wasilah kebaikan dalam membentuk generasi yang unggul, mandiri, dan berkemajuan.

Majelis PAUD Dasmen Pimpinan Daerah Aisyiyah Bantul menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada penulis, serta seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penerbitan buku ini.

Semoga Allah memberkahi setiap usaha mendidik dan membina anak-anak kita menjadi generasi robbani yang membawa cahaya Islam di masa depan.

 

Ketua Majelis PAUD Dasmen
Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Bantul

Hj. Tutik Saptiningsih, M.Pd.




Minggu, 20 April 2025

Syawalan RT 05 Dusun Kerto: Mengikat Silaturahmi, Menyiram Ruhani


Alhamdulillah, sebuah kebahagiaan tersendiri bisa membersamai warga RT 05 Dusun Kerto, Pleret, dalam kegiatan Syawalan yang berlangsung hangat, penuh kebersamaan, dan sarat nilai keislaman. Acara diawali dengan suasana haru dan khusyuk melalui lantunan tilawah Al Qur'an oleh adik Ikmal, anak SD yang suaranya merdu dan penuh penghayatan. Meski usianya masih belia, bacaan Ikmal mampu menyentuh hati dan menghidupkan nuansa spiritual Syawalan pagi itu.

Dalam kajian singkat yang saya sampaikan, kami bersama-sama menadabburi QS. Ali Imran ayat 133. Ayat ini mengajak kita untuk bersegera mencari ampunan Allah dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Untuk menggugah imajinasi dan rasa takjub, saya mengajak warga membayangkan: jarak bumi ke matahari saja mencapai 150 juta kilometer, bahkan bintang terdekat baru bisa ditempuh dengan perjalanan bertahun-tahun cahaya. Lalu, jika langit dan bumi saja begitu luas dan menakjubkan, bagaimana luasnya surga yang Allah siapkan bagi orang-orang bertakwa? Sungguh tak terjangkau akal, dan menunjukkan betapa dahsyat kuasa Allah. Semoga kita termasuk di antara hamba-Nya yang kelak mendapat tempat di surga-Nya. Aamiin.

Kami juga melanjutkan tadabbur ke ayat berikutnya, QS. Ali Imran ayat 134, yang menyebutkan ciri-ciri penghuni surga: mereka yang gemar berinfak di waktu lapang maupun sempit, mampu menahan amarah, dan mau memaafkan orang lain. Saya tekankan bahwa nilai-nilai ini sangat penting untuk terus dihidupkan, terlebih dalam kehidupan bermasyarakat. Semoga kita bisa mengamalkannya, tak hanya saat Syawalan, tapi dalam keseharian kita sebagai muslim.

Menariknya, dalam sesi akhir, saya menyisipkan materi ringan namun bermakna: menghafal nama-nama bulan Hijriyah. Dengan menggunakan metode unik yang interaktif, alhamdulillah, dalam waktu singkat, para jamaah—baik anak-anak maupun orang tua—mampu menghafal urutan bulan Hijriyah dengan mudah. Tawa kecil dan semangat peserta menjadikan suasana menyenangkan, dan penuh keberkahan.

Syawalan kali ini bukan sekadar acara tahunan, tapi menjadi ruang memperkuat silaturahmi, memperkaya ruhani, dan memperluas ilmu. Saya bangga dan bersyukur atas kekompakan warga RT 05 Dusun Kerto yang terus terjaga. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah kecil kita menuju kebaikan.

Triyanto, S.Pd.





Merajut Ukhuwah dalam Halal bi Halal dan Pengajian Ahad Pagi SD Negeri Teruman

Oleh: Triyanto, S.Pd.

Ahad pagi, 20 April 2025, saya mendapat kehormatan untuk mengisi taushiyah dalam kegiatan Pengajian Ahad Pagi sekaligus Halal Bi Halal di SD Negeri Teruman, Bantul. Bertempat di Masjid Al Hadi yang berada dalam kompleks sekolah, acara ini berlangsung hangat dan penuh semangat kebersamaan. Wajah-wajah ceria siswa, guru, dan para orang tua memancarkan kegembiraan menyambut Syawal dengan semangat mempererat ukhuwah.

Acara dibuka dengan sangat menarik oleh dua MC cilik—siswi SD Negeri Teruman yang tampil percaya diri dan menyenangkan. Kami bersama-sama membaca Asmaul Husna dan surat-surat pendek, membangun suasana ruhiyah yang menenangkan.

Kepala sekolah, Bapak Anang Rakhmat Widayanta, menyampaikan sambutan hangat dan kabar menggembirakan: SD Negeri Teruman berhasil meraih capaian membanggakan dengan masuk 10 besar ANBK tingkat Kabupaten Bantul. Sebuah prestasi yang tentu patut disyukuri dan menjadi pelecut semangat kita bersama.

Hadir pula Lurah Desa Bantul, Bapak Supriyadi, yang menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap kegiatan keagamaan sekolah. Beliau turut mengucapkan selamat atas prestasi ANBK dan mengajak seluruh warga untuk terus bersinergi dalam mendidik generasi penerus.

Dalam taushiyah saya, saya mengajak semua yang hadir untuk merenungi Surat Ali Imran ayat 133–134 yang menyebutkan ciri-ciri orang bertakwa. Kita diajak untuk senantiasa memperluas ampunan Allah, menahan amarah, memaafkan, dan gemar bersedekah—sikap-sikap mulia yang relevan dalam suasana Syawal dan halal bi halal ini.

Sebagai penutup, saya memperkenalkan metode sederhana untuk menghafal nama-nama bulan Hijriyah. Alhamdulillah, para siswa, guru, dan orang tua mengikuti dengan antusias dan bisa langsung hafal hanya dalam hitungan menit—sesi ini menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan bagi semua.

Acara ditutup dengan doa bersama, memohon keberkahan dan kemajuan untuk SD Negeri Teruman. Saya pribadi merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari kegiatan ini. Semoga pengajian ini menjadi wasilah terbentuknya generasi yang cerdas, santun, dan bertakwa.





Jumat, 18 April 2025

Harapan akan Masa Depan Politik yang Bermartabat

Sudah cukup lama rakyat disuguhi kenyataan pahit dalam dunia politik yang jauh dari harapan. Intrik, transaksi kekuasaan, dan drama kepentingan sempit seolah menjadi sajian rutin dalam kehidupan berbangsa. Banyak yang merasa, politik hanya menjadi panggung bagi mereka yang lihai memainkan strategi, tapi miskin empati dan kejujuran. Tak heran, rakyat pun makin gregeten—geram, jenuh, sekaligus kecewa—melihat bagaimana arah kepemimpinan sering kali menyimpang dari cita-cita luhur kebangsaan.

Dalam kondisi seperti ini, kita merindukan perubahan. Bukan sekadar pergantian pemimpin, tapi pergeseran budaya politik menuju yang lebih bersih, santun, dan bermakna. Kita berharap proses pergantian kepemimpinan di masa mendatang bisa berjalan dengan jujur, adil, dan beretika. Tanpa lagi diwarnai saling jegal, kampanye hitam, atau pengangkatan pejabat atas dasar koneksi dan kompromi. Tidak ada lagi mereka yang menjual kedaulatan demi ambisi pribadi atau yang tunduk pada tekanan oligarki—sebuah kekuasaan segelintir yang mematikan nalar keadilan.

Bayangan kita tentang masa depan adalah hadirnya pemimpin-pemimpin berintegritas tinggi dari pusat hingga daerah—orang-orang yang tidak hanya cakap secara administratif, tapi juga teguh dalam prinsip dan hati nurani. Pemimpin yang menjadikan jabatan sebagai amanah, bukan alat untuk memperkaya diri dan kelompok. Sosok yang benar-benar memahami bahwa kekuasaan itu untuk mengabdi, bukan untuk dikuasai.

Arah bangsa pun diharapkan kembali lurus, menuju cita-cita sejati: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan sekadar jargon politik, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan setiap warga—dalam bentuk pendidikan yang merata, pelayanan kesehatan yang terjangkau, dan ekonomi yang berpihak pada yang kecil.

Lebih dari itu, kita mendambakan hadirnya pemimpin yang menanamkan nilai-nilai iman dan takwa dalam kepemimpinannya. Bukan hanya bicara tentang pembangunan fisik, tapi juga pembangunan moral dan spiritual masyarakat. Pemimpin yang tidak hanya memerintah, tapi juga menuntun; yang tidak hanya pandai berbicara, tapi juga memberi teladan.

Harapan ini bukan utopia. Ia bisa menjadi nyata jika mulai hari ini kita rawat bersama—dengan menanamkan kesadaran, membangun budaya politik yang sehat, dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin. Karena masa depan yang lebih bermartabat tidak akan datang dengan sendirinya, tapi harus diperjuangkan—demi generasi yang akan datang, dan demi Indonesia yang lebih adil dan beradab.

Abi Husna

Kita Pernah Bersama, Kalian Tetap di Hati

(Refleksi Akhirusanah Angkatan 1 SDUA Pandak) Oleh: Triyanto, S.Pd. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kekua...