Minggu, 02 Agustus 2020

MBOK SONTO & SEMANGAT BERQURBAN

Mbok Sonto Memangku De Faraz
Mbok Sonto, demikian aku memanggilnya. Beliau adalah nenekku. Ibu dari ibuku. Mbah buyutnya de Husna dan de Faraz yang dalam foto beliau pangku. 
Aku ingin ceritakan sedikit tentang beliau, tentang Mbok Sonto.

Mbok Sonto saat ini hanya tinggal seorang diri di rumah. Usianya hampir 80 tahun. Suaminya sudah lama meninggal, sekitar 20 tahun lalu. Walaupun anak-anaknya banyak, tapi masing-masing karena sudah berkeluarga maka tinggal di rumah bersama keluarganya sendiri tidak lagi bersama Mbok Sonto.

Tidak ada masalah dengan anak2nya. Hanya dalam kesendirian yang saat ini pun beliau sudah tidak bekerja maka praktis pemasukan tidak ada kecuali pemberian anak-anak yang cukup sekedar untuk makan sehari-hari. Beruntung ada bantuan pemerintah semacam PKH. 

Dulu beliau adalah bakul jamu gendong. Beliau meramu sendiri, membungkus, dan menjualnya dengan di gendong dan diedarkan pada warga yang menghendaki. Tidak hanya di kampung tempat tinggalnya tetapi hingga jarak 2-3 km beliau jajakan jamu gendongnya. Hingga suatu ketika beliau mengalami kecelakaan, terjatuh hingga cidera dan sulit untuk kembali beraktivitas dengan normal. Beliaupun memutuskan untuk berhenti membuat jamu.

Sejak saat itu beliau hanya beraktivitas ringan di rumah. Tetapi bila waktu sholat tiba, walau tertatih beliau tetap berangkat menuju musholla yg jaraknya tidak begitu jauh dari rumah. Jamaah sholat fardlu hampir tidak pernah beliau tinggalkan. Di pagi hari ketika matahari mulai cerah, beliaupun selalu melaksanakan sholat sunnah dhuha.
Selain itu, ada hal yang menurut saya luar biasa. Seingat saya setiap Idul Adha, beliau selalu ikut berqurban sapi. Sejak saat usahanya dulu masih lancar maupun ketika saat ini beliau hanya mendapatkan rezeki yang tidak seberapa dari pemberian anak-anaknya atau pun bantuan pemerintah. Sedikit yang beliau dapatkan tidak lupa sebagian disisihkan dan dengan cara demikian beliau bisa selalu ikut berqurban.
Padahal di lingkungannya, harga hewan qurban tergolong tinggi. Untuk bisa ikut qurban rombongan sapi maka per orang harus iuran lebih dari 3 juta.

Semangat ibadah yang tinggi inilah yang menurut saya pantas kita teladani. Bahkan dalam keterbatasan, tidak ada pemasukan pasti seperti halnya pegawai atau pekerja aktif, tetapi tidak ada kekhawatiran akan kurangnya rezeki untuk melaksanakan ibadah qurban.

Dan saya bersyukur, orang-orang dengan semangat ibadah yang tinggi seperti beliau banyak di kampungku, di dusun Dahromo. Maka, tidak heran ketika Idul Adha ini jumlah hewan qurban mencapai 13 ekor sapi dan 44 ekor kambing.

Semoga Mbok Sonto dan setiap kita yang senantiasa ikhlas dalam beribadah, berqurban, selalu diberikan kemudahan dan kelancaran dalam setiap aktivitasnya hingga kelak Allah meridloi kita memasuki Surga-Nya, Jannatun Na'im. Aamiin.

*Triyanto
12 Dzulhijjah 1441 H

TULADHA PANAMPI PASRAH NGUNDUH MANTU

  Assalamu 'alaikum wr.wb. Alhamdulillahirobbil’alamin….   Mugi kawilujengan, karahayon, katentreman, kabegjan menapa dene kamulya...