Selasa, 27 Mei 2025

Refleksi Musibah Gempa Bantul 27 Mei 2006

 


Oleh: Triyanto, S.Pd.

Sabtu pagi, 27 Mei 2006, menjadi salah satu pagi paling mencekam yang pernah saya alami. Tanpa tanda-tanda, bumi Bantul berguncang hebat selama kurang dari satu menit namun kehancurannya begitu luar biasa. Rumah-rumah roboh bagai kartu domino, sekolah, balai, pasar bahkan masjid pun rusak berat, jalan-jalan retak, dan listrik padam total. Kampung berubah menjadi puing-puing dan debu.

Saya masih ingat dengan jelas suasana pagi itu, teriakan minta tolong, tangis anak-anak, dan kepanikan luar biasa. Di antara reruntuhan, tampak tubuh-tubuh terjepit balok, ada yang tertimpa dinding, bahkan tak sedikit yang berlumuran darah. Beberapa orang tergopoh-gopoh membawa kerabatnya yang terluka, berusaha mencari pertolongan di tengah kondisi yang kacau. Banyak yang shock, berdiri kebingungan tanpa tahu harus ke mana. Komunikasi terputus, dan rasa takut melumpuhkan segalanya.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ribuan jiwa melayang pada hari itu. Kita doakan semoga mereka wafat dalam husnul khatimah, dicatat sebagai syuhada, dan mendapat tempat mulia di sisi Allah. Bagi keluarga yang ditinggalkan, semoga terus diberikan kekuatan dan kesabaran.

Bagi saya pribadi, selamat dari kejadian itu serasa diberi kesempatan hidup kedua. Saat melihat bangunan rata dengan tanah dan banyak nyawa terenggut, saya sadar betapa kecil dan lemahnya kita sebagai manusia. Seandainya Allah berkehendak lain, saya pun bisa termasuk di antara yang tak selamat. Maka hidup setelah itu bukan lagi sekadar rutinitas, tapi seharusnya menjadi perjalanan penuh makna lebih bersyukur, lebih serius beribadah, dan lebih sungguh-sungguh dalam memberi manfaat kepada sesama.

Musibah besar ini menyadarkan kita bahwa dunia ini tidak stabil. Apa yang selama ini kita anggap kokoh ternyata bisa lenyap dalam hitungan detik. Maka jangan sampai kita terlena dengan kenikmatan dunia. Gunakan sisa usia untuk amal terbaik. Bangun hubungan yang lebih kuat dengan Allah, lebih peduli kepada sesama, dan lebih bijak memaknai hidup.

Jika hari ini kita masih bisa membaca tulisan ini, masih bisa bernapas dan melangkah, itu adalah karunia tak terhingga. Jangan sia-siakan kesempatan hidup ini. Karena tak ada yang tahu kapan waktunya kita akan diguncang lagi oleh gempa, oleh musibah, atau oleh kematian. Tentu atas kehendak-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kita Pernah Bersama, Kalian Tetap di Hati

(Refleksi Akhirusanah Angkatan 1 SDUA Pandak) Oleh: Triyanto, S.Pd. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kekua...