Jumat, 02 Mei 2025

Hardiknas 2025: Saatnya Pendidikan yang Meneguhkan dan Mencerahkan

Oleh: Triyanto, S.Pd.

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai momentum reflektif untuk menakar kembali arah perjalanan pendidikan kita. Tahun demi tahun, kurikulum berganti, metode pembelajaran diperbarui, teknologi merambah ruang kelas. Namun, ada satu hal yang tak boleh dilupakan dan justru harus terus ditegaskan: bahwa tujuan akhir pendidikan sejatinya adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

Dalam konteks zaman yang semakin menipiskan batas antara benar dan salah, gempuran budaya instan, dan derasnya arus informasi yang tak terseleksi, peserta didik membutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan. Mereka butuh akar yang kuat—yakni iman dan taqwa yang otentik dan membumi. Bukan sekadar hafalan doktrin keagamaan, tetapi iman yang hidup dalam keseharian, yang menjadi cahaya dalam gelapnya kebingungan moral zaman.

Iman yang otentik bukanlah sekadar simbol, melainkan keyakinan yang bersemayam dalam hati, diucapkan dalam lisan, dan dibuktikan dalam perbuatan. Ia tampak dalam kejujuran seorang siswa meski tak diawasi, dalam empati kepada teman, dalam adab saat berpendapat, dan dalam keteguhan menolak ajakan negatif walau dilakukan banyak orang. Inilah yang disebut taqwa yang mengejawantah dalam karakter—kokoh, tak tergoyahkan oleh tipu daya zaman.

Pendidikan yang mencerahkan adalah pendidikan yang tak hanya menanamkan logika berpikir, tapi juga nurani yang bening. Dalam kerangka inilah, sekolah, keluarga, dan masyarakat harus menjadi ladang subur bagi tumbuhnya iman dan akhlaq mulia. Guru bukan sekadar pengajar, tapi juga teladan. Kurikulum bukan hanya alat ukur capaian kognitif, tapi juga peta jalan pembentukan kepribadian.

Di era digital ini, anak-anak kita menghadapi ujian yang tak kasat mata: banjir informasi, gaya hidup hedonistik, normalisasi perilaku amoral, dan disorientasi nilai. Maka bentengnya bukan hanya firewall digital, tapi juga keimanan yang kokoh, yang membuat mereka tahu kapan harus berkata "tidak" sekalipun semua berkata "ya". Mereka tak silau oleh popularitas, tak rapuh oleh tekanan sosial, karena telah memiliki pegangan hidup yang benar.

Mari menjadikan Hardiknas 2025 sebagai momentum memperkuat visi pendidikan nasional yang tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga unggul secara spiritual dan moral. Karena masa depan Indonesia bukan hanya soal teknologi dan ekonomi, tetapi tentang siapa manusia-manusia yang akan mengelolanya.

Pendidikan yang sejati adalah yang mampu menumbuhkan manusia yang bertuhan, beradab, dan membangun peradaban. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kita Pernah Bersama, Kalian Tetap di Hati

(Refleksi Akhirusanah Angkatan 1 SDUA Pandak) Oleh: Triyanto, S.Pd. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kekua...