Oleh: Triyanto, S.Pd.
Jejak sejarah pun banyak terungkap lewat tulisan. Meski di era saat ini, tulisan bukan satu-satunya media untuk mengungkapkan sesuatu. Bisa juga lewat video maupun rekaman suara. Tetapi, menulis tetap tidak akan ketinggalan jaman. Tulisan masih dan akan terus menjadi salah satu media komunikasi yang dibutuhkan manusia.
Permasalahan muncul ketika tidak setiap orang mampu menulis. Tidak setiap kita memiliki kompetensi untuk mengemukakan ide, gagasan, bahkan informasi lewat tulisan. Bukan hanya orang awam, bahkan seorang guru belum tentu terbiasa membuat tulisan yang runtut dan layak untuk dibaca orang lain. Padahal di antara tuntutan era teknologi 4.0 kemampuan menulis seorang guru menjadi sangat dibutuhkan bahkan teramat penting.
Saya pribadi bukanlah orang yang mahir menulis. Tetapi saya merasa ada perkembangan yang signifikan tentang kemampuan menulis ini dibanding beberapa waktu lalu, apalagi bila menengok perjalanan sejak saya belajar di sekolah, menulis adalah di antara momok bagi saya.
Ketika saya masih di tingkat SD, di antara pelajaran yang kurang saya sukai adalah Bahasa Indonesia khususnya materi membuat karangan. Pasti seperti tercekat tangan ini untuk mau menuliskan kata dan untaian kalimat. Tugas akhirnya hanya jadi dalam bentuk minimalis, baris sedikit, banyak coretan dan hapusan.
Menginjak remaja, tepatnya di usia SMK saya kadang merasa frustasi bila kakak saya yang bekerja di luar provinsi menulis surat untuk keluarga, dan nanti pasti ayah ibu meminta saya yang membuat surat balasan. Mendapat surat dari saudara yang menyampaikan kabar tentu saya juga senang, tetapi bahwa kemudian saya yang harus membuat surat balasan, ini yang bikin pusing mikirnya. Seperti tidak muncul ide, bagaimana harus menulis kata demi kata untuk surat tersebut.
Hal paling parah saya rasakan ketika saya sudah sampai masanya untuk menyusun tugas akhir skripsi pada masa kuliah. Macet. Buntu. Beberapa semester saya lalui dengan seakan nol progres. Sudah tidak ada kuliah teori, tetapi kemauan menulis belum ada. Hanya registrasi, melakukan pembayaran kuliah di awal semester kemudian menghilang dari kampus, tidak berangkat kuliah karena tidak ada mood untuk mulai mengerjakan skripsi. Hingga hampir saja saya menyerah dan memupus harapan orang tua untuk anaknya memiliki titel sarjana.
Dalam kebuntuan mengerjakan tugas akhir, ada sahabat-sahabat yang mencoba memotivasi. Mulai dari yang memakai bahasa halus hingga yang nadanya memarahi, dengan harapan saya mau menuntaskan tugas akhir skripsi. Entah berapa sahabat yang memotivasi saya untuk tetap semangat. Di antara yang saya ingat adalah nasihat dan motivasi dari Ibu Siti Jazamah, beliau adalah karyawan senior SMA Muhammadiyah Pleret. Kebetulan waktu itu, sebelum lulus kuliah saya sudah diminta membantu mengajar sebagai guru di SMA Muhammadiyah Pleret. “Mas Tri”, demikian beliau memanggail saya. “Sampeyan sebaiknya segera selesaikan tugas kuliah. Di sini kalau nuruti gawean tidak akan selesai, sampeyan pasti mampu,” tuturnya. “Biasanya orang yang sungguh-sungguh ikhlas mengabdi di sekolah ini, besok akan mendapatkan aktivitas dan linkungan kerja yang lebih baik”. Demikian beliau melanjutkan. Kalimat akhir beliau sekaligus sebagai doa. Beliau tahu bagaimana saya bekerja di sekolah tersebut, dan memang sekolah yang kondisinya waktu itu bisa dibilang belum membanggakan. Siswanya sedikit dan rata-rata anak dengan motivasi belajar sangat rendah.
Dorongan dari para sahabat akhirnya membuat saya mau memaksakan diri untuk menulis, menyusun tugas akhir skripsi. Kalimat demi kalimat, paragraph demi paragraph terlampaui juga walau dengan teramat sangat berat. Hingga hari yang membangakan datang, saya lulus kuliah dengan diantaranya mendapatkan nilai A untuk tugas akhir. Allahu akbar.
Doa dari Ibu Siti Jazamah masih saya ingat, ketika kemudian saya diterima menjadi salah satu guru SD Ungulan Aisyiyah Bantul. Sebuah kebanggaan saya bisa berada di sekolah ini dan menjadi di antara guru angkatan pertama. Tentu kemudian tertantang juga untuk terus meningkatkan kompetensi agar amanah sebagai guru SD Unggulan Aisyiyah Bantul bisa terlaksana dengan baik.
Pengalaman sulit menulis termasuk prioritas untuk saya benahi. Melalui aktivitas di organisasi, pelatihan dan hobi menggunakan media sosial khususnya facebook saya ikhtiarkan untuk peningkatan kapasitas ini. Saya juga membuat blog untuk memposting tulisan-tulisan saya. Abihusna.blogspot.com saya namai blog tersebut. Atas ijin Allah SWT, Alhamdulillah, saya juga berhasil menerbitkan buku pertama saya melalui penerbit resmi Eduvation, yaitu buku yang berjudul “Karena Kita Harus Berbuat”.
Sebagai guru juga saya berusaha membimbing siswa untuk berlatih dan terbiasa menulis. Saya tidak ingin anak didik saya mengalami hal seperti saya dulu, sulit menulis. Melalui bimbingan yang tepat saya yakin siswa kelas rendah SD pun bisa menulis. Alhamdulillah, pada kelas SD yang pernah saya dampingi sebagai guru kelas, karya-karya sederhana ini bisa muncul:
· Antologi Cerpen Siswa Kelas 3 Zaid Bin
Tsabit,
· Kumpulan Cerpen Karya Siswa Kelas 2 Abu
Dzar,
· Kumpulan Cerita Pendek Sederhana Siswa
Kelas 1 Bilal Bin Rabbah,
·
Kumpulan Cerita Siswa Kelas 1 Amru Bin
Ash.
Alhamdulillah, syukur dan berharap kita hanya kepada Alah SWT. Begitu lemah kita di hadapan-Nya. Lika-liku setiap kita menjadi proses yang pantas untuk menjadi koreksi sekaligus pemicu untuk memperbaiki diri. Termasuk kemampuan kita dalam menulis. Sedikit hal yang saya tuangkan ini, semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi.
Bantul, 15 November 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar