Oleh:
Triyanto
(Catatan pengalaman
berjibaku dengan gejala covid)
Terpapar virus covid-19 dan mengalami sakit tentu tidak kita harapkan. Tetapi, siapa yang bisa memastikan kita terhindar dari virus yang tidak kasat mata tersebut meski sudah berusaha taat protocol kesehatan 3 M atau 5 M. Dan inilah sedikit cerita pengalaman saya mengalami gejala terpapar covid yang ingin saya bagikan kepada sahabat-sahabat, semoga ada hikmahnya.
Berawal dari
kedua orang tua saya yang mengalami sakit duluan, tetapi tidak sempat periksa
karena ketika mau periksa saya antar ke beberapa klinik berobat kebetulan
sedang tutup. Akhirnya hanya beli obat sekedarnya dan istirahat di rumah.
Hari berganti, semingu lebih, bapak saya tidak menunjukkan kondisi semakin membaik, bahkan semakin lemah.
Sempat terfikir dan hanya menduga kalau bapak dan ibu terpapar covid, dari gejala-gejala yang dirasakan. Konsultasi dengan kerabat yang kebetulan kerja sebagai perawat di RS PKU. Dan indiaksinya memang bisa dipastikan bapak/ibu terpapar virus covid-19. Kerabat saya itu pun membantu mengkonsultasikan dengan dokter dan memintaka resep obat dan vitamin yang harus dikonsumsi bapak dan ibu.
Dilema, melihat bapak dan ibu, terutama bapak yang sampai tidak mau makan, hanya terbaring lemah. Akhirnya nekat tetap menemani bapak dan ibu, setidaknya memotivasi untuk mau makan dan minum obat meski ada resiko ikut terpapar.
Dan benar, pulang dari tempat bapak ibu, saya mulai merasa tidak enak badan. Badan merasa dingin. Sepanjang hari itu dan berlanjut sampai tiga hari. Masih bisa beraktivitas, bahkan hari ke 4 bertepatan Hari Raya Idul Adha, saya sempatkan membersamai panitia qurban dengan fokus di sekretariat dan mulai dengan sadar jaga jarak lebih optimal dari teman-teman.
Siang dzuhur, aktivitas qurban belum selesai masih puncak kesibukan, tapi saya merasa lelah, badan terasa panas dan terpaksa bolos pulang duluan. Saya ambil thermo gun, ternyata suhu tubuh 39,5. Ah, ini saatnya isolasi mandiri. Saya bilang istri akan kondisi saya dan dengan lembut ia sigap memyiapkan kamar tersendiri yang harus saya tempati agar tidak langsung berinteraksi dengan anggota keluarga lain khususnya anak-anak. Isolasi.
Sejak saat itu saya hanya banyak istirahat, badan demam hampir setiap saat, sedikit turun pasca minum obat penurun panas namun tidak lama suhu badan naik lagi. Kepala pun terasa pusing, berdiri dan berjalan menjadi pekerjaan berat dengan kondisi saat ini.
Saya
berusaha menata hati, pasrah dan bersabar, inilah sakit covid itu. Namun
terbersit kekhawatiran bila kondisi semakin buruk dan misal sesak nafas seperti
berita-berita yang banyak beredar. Saya tidak punya tabung oksigen dan belum
pernah tahu cara kerja tabung oksigen. Kemana saya harus cari pertolongan.
Saya pun
berusaha mencari nomor Puskesmas kecamatan, ingin melaporkan bahwa saya isolasi
mandiri di rumah, dengan harapan ada arahan dan pantauan untuk selanjutnya. Dan
akhirnya saya mendapatkan nomor salah satu petugas Puskesmas.
Setelah komunikasi beberapa waktu lewat WA, saya kemudian didaftarkan untuk mengikuti tes swab di Puskesmas Jetis 1 esok hari jam 8.
Sesuai info
petugas Puskesmas, dengan badan yang sudah merasa lemah dan pusing saya
paksakan berangkat ke Puskesmas, jam 8 pagi tepat. Kebetulan jarak rumah ke
puskesmas tidak terlalu jauh, 3 menit naik motor sampai. Sampai Puskesmas ambil
antrian swab nomor 28. Dan pasien terus berdatangan. 15-20 menit menunggu dan
melihat antrian masih banyak, sedang kepala terus terasa pusing, badan sama
sekali tidak nyaman untuk berlama lama duduk apalagi berdiri menunggu antrian.
Bila saya paksakan bisa jadi saya akan pingsan dalam antrian ini.
Tidak
berfikir lama, karena kondisi semakin tidak nyaman, saya pun keluar antrian
tunggu. Menuju parkiran, ambil motor dan pulang. Segera sesampai di rumah kembali
hanya bisa terbaring. Tidak jadi swab.
Tetiba WA
masuk dari kerabat saya yang perawat, menanyakan kabar dan memberi nomor salah
satu dokter RS PKU. “De, coba konsultasikan kondisi pak de ke beliau, nanti tanya
obatnya apa misal suruh ambil ke RS tak ambilke.” Demikian ucapnya dalam WA.
Saya pun
menghubungi nomor dokter tersebut, ceritakan kondisi saya dan selang berapa
menit beliau pun membalas demikian:
“Waalaikum
salam
Jika tidur
lebih banyak tengkurap.
Tetep
olahraga ringan
Berjemur..
Minum
wedhang jahe
Minum QUSTHU
hindi 3x 1 capsul
Multivitamin
lanjutkan
Untuk
meriang/nyeri/demam/pusing kepala bisa minum ibuprofen 3x1 kang”
Dokter itu menyebut saya dengan kata “kang” karena dia memang lebih muda dari saya, dan saya pun sudah kenal lama juga dengan dia.
Beberapa hari saya berusaha laksanakan aktivitas dan mengkonsumsi obat+vitamin sesuai arahan dokter tersebut. Setiap hari istri dengan telaten menyiapkan vitamin dan obat yang harus saya konsumsi dan asupan makanan tentunya. Meski ketika makan sungguh tiada nikmat dirasakan. Rasa makanan aneh, dan bila dipaksakan mual. Banyak teman dan kerabat yang memotivasi agar saya tetap banyak makan. "Yang penting makan yang banyak" kata mereka. Sungguh ini motivasi yang bisa saja benar, tapi dalam hati saya katakan, jangankan makan banyak, sesuap dua suap saja sudah terasa mual dan sangat-sangat tidak enak makan. Maka saya pun hanya berusaha yang penting ada makanan yang masuk dalam tubuh, tidak harus banyak karena memang tidak mampu untuk makan dengan porsi normal, yang penting ada makanan untuk energi badan beberapa waktu ke depan. Demikian saya menata diri.
Demam masih terus muncul, kepala pusing seperti tiada mau pergi. Menyentuh air, terasa dingin meski ketika memang ada keperluan ke kamar kecil untuk buang air tetap mampu lakukan dengan memaksakan diri. Berjalan yang hanya berapa meter ke kamar kecil terasa susah, ibarat seperti layang-layang putus, sempoyongan, dan nafas terasa ngos-ngosan. Ketika waktu sholat tiba, terpaksa mengambil ruksyah tayamum karena berwudlu serasa tidak mampu. Dan dalam beberapa hari, saya mengerjakan sholat sambil duduk karena tidak mampu sambil berdiri, bahkan kadang sambil berbaring.
Hari berganti, badan semakin merasa lemah. Persendian seakan tidak mampu menopang badan untuk bergerak apalagi beraktivitas. Bersabar. Inilah mungkin yang dimaksud sakit covid belum ada obatnya. Meski vitamin dan obat penurun panas serta demam rutin diminum namun badan masih saja terasa sakit.
Tepat hari ke 10 dari awal saya merasakan gejala, tiba-tiba badan sudah tidak demam. Obat penurun panas tidak saya minum lagi dan seharian sudah tidak kambuh lagi demamnya. Alhamdulillah. Berkurang rasa tidak nyaman, tiada demam walau kepala masih merasakan pusing dan batuk-batuk justru semakin sering.
Di group WA
keluarga besar saya simak ada yang mengirim tulisan tentang tidak perlunya
pasien covid tes swab lagi pasca isoman, karena virus hanya akan bertahan 7-9
hari dalam tubuh kemudian mati sendiri. Demikian diantara info pada tulisan
tersebut dengan mencantumkan sumber yang sepertinya valid.
Sungguh, info itu menguatkan diri saya. Berarti ketika saya sudah mengalami gejala lebih sepuluh hari, virus dalam tubuh sudah otomatis mati. Makanya demam tetiba hilang sendiri. Artinya badan saya sudah tidak berjuang melawan virus lagi, tapi karena selama sakit kemarin bisa saja ada anggota bagian dalam tubuh yang ikut terluka maka rasa lelah dan pusing masih sedikit terasa. Begitu saya menebak kondisi diri saya sendiri kemudian.
Hari ke 11
sore, masih dengan suasana yang dominan berbaring, telpon berdering. Nomor dari
adik saya yang masih tinggal serumah dengan bapak/ibu. Saya angkat dan
terdengar bapak berbicara, tanya kabar kondisiku sekaligus mengabarkan kalau
bapak dan ibu sudah sehat sekarang.
Alhamdulillah, masyallah. Sungguh ini kabar yang menentramkan. Karena ketika awal saya sakit, saya tahu persis kondisi bapak ibu masih sangat lemah, belum tampak kondisi membaik. Sedangkan saya akhirnya tidak bisa melanjutkan menemai bapak ibu dalam proses perawatan dan pemyembuhan. Alhamdulillah, adik ragil saya yang baru kelas 1 SMK saat ini tetap bersama bapak ibu, ikut membantu mengkondisikan bapak ibu. Dan dia tetap sehat. Selain itu, adik saya satunya yang sekarang dalam kondisi mengandung beberapa bulan, juga tidak tega membiarkan bapak ibu, dan ia pun sering ngaruhke tanpa takut sama sekali bila ikut terpapar. Menemani minum obat, vitamin, dan bahkan kadang menyuapi makan bapak. Alhamdulillah, ia pun tetap sehat tidak terpapar virus.
Kabar telpon dari bapak ibu dan juga keyakinan virus dalam tubuh sudah mati, membuat badan ini seperti muncul energi lagi. Ah, saya sudah sembuh. Hanya mungkin butuh waktu untuk kembali sehat bertenaga seperti sedia kala. Rasa pusing pun berangsur berkurang. Dan badan mulai bisa untuk sedikit beraktivitas, jalan keluar rumah, berjemur, dan menyapu halaman mulai bisa. Alhamdulillah.
Hari ke 14 tepat, saya sudah merasa 95% badan sehat kembali. Saya lihat anak saya yang berusia 1 tahun1 bulan, de Faraz, dia tampak begitu kangen dengan gendongan ayahnya. Tetapi istri mengatakan, sempurnakan isoman 14 hari. Esok baru boleh bopong dede. Ah, rindu ini sudah sangat berat untuk ditahan. Tatapan polos si kecil yang seakan memahami kondisi ayahnya sungguh semakin menggemaskan. Namun sebagai ikhtiar kesempurnaan, saya pun tetap menahan diri. Hingga pukul 00.00 malam berlalu yang artinya hari telah berganti, saya dengar dede terbangun dan menangis. Dengan keyakinan insyallah saya sudah sembuh, sehat, de Faraz pun aku bopong. Allahu akbar, inilah saat yang begitu membahagiakan setelah dua minggu saya tidak bisa langsung menyentuhnya. De Faraz pun tampak seperti sangat senang tapi juga bingung karena tiba-tiba dibopong ayahnya.
Alhamdulilah,
demikian sedikit kisah yang saya alami. Meski sampai saya sembuh akhirnya saya
tidak sempat swab apakah benar covid atau bukan, tetapi dari arahan kerabat
yang perawat serta konsultasi dengan dokter RS PKU, saya hampir pasti bisa
dikatakan telah terpapar virus tersebut. Dan sekarang atas izin Allah sudah
kembali sehat. Tidak lupa saya pun melaporkan pada petugas Puskesmas yang dulu
sempat memberi arahan dan menjadwalkan swab. Saya katakan pada beliau setelah
sebelumnya mohon maaf karena tidak bisa ikut swab, “Bu, Alhamdulillah setelah
isoman 14 hari insyaallah saya sudah sembuh kembali.” Beliapun menanyakan masih
adakah keluhan dan adakah anggota keluarga yang mengalami gejala, saya pun
jawab.;”Alhamdulillah, istri dan dua anak saya sehat, dan sudah tidak ada
keluhan kecuali hanya merasa belum full tenaga, mungkin butuh waktu pemulihan.”
Bantul,
2-8-2021