Kamis, 25 September 2025

Mensyukuri Kehidupan

Oleh: Triyanto M. Faraz

Hidup adalah karunia Allah yang begitu agung. Setiap detik yang kita lalui sejatinya adalah hadiah, meski seringkali kita tidak menyadarinya. Saat tubuh masih bisa berdiri tegak, lidah masih bisa mengucap kata, mata masih bisa memandang terang, sesungguhnya kita sedang berenang dalam lautan nikmat. Namun seringkali, kita lebih mudah mengingat kekurangan, kesulitan, dan penderitaan daripada mensyukuri apa yang sudah dimiliki.

Allah ﷻ mengingatkan dalam Al-Qur’an:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَاۗ إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat ingkar (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)

Ayat ini menegaskan, betapapun kita berusaha menghitung nikmat Allah, hasilnya akan selalu tak terjangkau. Bahkan dalam keadaan sakit, lemah, atau kesulitan, sejatinya nikmat-Nya tetap jauh lebih banyak dibandingkan ujian yang menimpa kita.

Kerap kali kita baru benar-benar merasakan betapa berharganya nikmat setelah nikmat itu hilang. Sehat baru terasa berharga ketika sakit datang. Waktu luang baru terasa bermakna ketika usia sudah menua dan tenaga tidak lagi sama. Rasulullah ﷺ bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِّنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu dengannya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak menunda rasa syukur. Kesempatan beribadah, belajar, menebar kebaikan, atau sekadar menyapa dengan senyum—semuanya adalah nikmat yang bisa jadi esok sudah tak ada lagi.

Maka menikmati hidup bukan berarti hidup tanpa ujian, tetapi hidup dengan kesadaran bahwa setiap keadaan adalah anugerah. Ketika kuat, kita bersyukur karena bisa berkarya. Ketika lemah, kita bersyukur karena diberi waktu untuk beristirahat dan merenung. Ketika mendapat rezeki, kita bersyukur karena bisa berbagi. Ketika diuji kesempitan, kita bersyukur karena diberi kesempatan untuk mendekat pada Allah.

Syukur juga bukan sekadar ucapan “alhamdulillah”, tetapi kesadaran hati yang diwujudkan dengan amal. Allah ﷻ berfirman:

لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu kufur, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Ayat ini memberi janji sekaligus peringatan. Janji bahwa syukur membuka pintu nikmat yang lebih luas, dan peringatan bahwa mengingkari nikmat justru mendatangkan murka.

Dengan demikian, marilah kita belajar mensyukuri setiap detik kehidupan. Jangan hanya menunggu momen besar untuk bersyukur. Nikmat sederhana—seperti bisa bangun pagi, bisa meneguk air, bisa sujud dengan tenang—itu semua adalah harta tak ternilai. Jika hati dilatih melihat nikmat dalam hal-hal kecil, maka hidup akan terasa lapang meski dalam keadaan sulit.

Hidup ini singkat. Detik yang lewat tidak akan pernah kembali. Maka mari jadikan setiap detik yang Allah titipkan sebagai kesempatan untuk bersyukur, berbuat baik, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sebab, bisa jadi hari ini adalah detik terakhir yang kita miliki. 


Jumat, 05 September 2025

Menjaga Kerapian Tulisan Tangan di Era Digital


Oleh: Triyanto, S. Pd. 


Tulisan tangan adalah salah satu keterampilan dasar yang seolah sederhana, tetapi memiliki peran besar dalam proses belajar anak. Dari situlah mereka menuangkan ide, mencatat pelajaran, hingga mengerjakan soal. Sayangnya, kini semakin banyak kita jumpai tulisan tangan siswa SD yang kurang rapi, bahkan kadang sulit dibaca. Kondisi ini tentu patut menjadi perhatian kita bersama, sebab kerapian menulis erat kaitannya dengan kerapian berpikir.


Jika kita menengok ke masa lalu, suasana kelas begitu berbeda. Guru berdiri di depan kelas dengan kapur di tangan, menuliskan huruf demi huruf di papan tulis hitam. Tulisan itu biasanya rapi, jelas, dan penuh ketelitian, karena menulis dengan kapur menuntut kehati-hatian: debunya mudah berantakan, goresannya tidak bisa terlalu cepat. Siswa pun terbiasa mengamati tulisan rapi guru mereka, lalu menirukan dalam buku tulis. Ada proses pembiasaan yang secara tidak sadar melatih ketelitian dan kesabaran anak-anak.


Kini, pemandangan itu mulai jarang terlihat. Hampir semua kelas beralih ke whiteboard dengan spidol, bahkan lebih sering lagi bergantung pada layar proyektor. Menulis dengan spidol relatif lebih cepat, lebih mudah dihapus, dan tidak menimbulkan debu. Namun, justru karena itulah tulisan guru seringkali seadanya, tanpa terlalu memperhatikan kerapian. Anak-anak yang menyalin pun cenderung meniru gaya itu: cepat menulis, asal jadi, tanpa latihan menjaga kerapian. Perubahan media pembelajaran ini, walau praktis dan modern, sedikit banyak ikut memengaruhi kualitas tulisan tangan generasi sekarang.


Selain itu, kita juga tidak bisa menutup mata pada pengaruh gawai dan perangkat digital. Anak-anak lebih akrab dengan layar sentuh ketimbang kertas dan pensil. Jari mereka luwes saat menggeser layar, tetapi sering kaku ketika diminta menulis huruf dengan bentuk yang benar. Akibatnya, keterampilan dasar menulis tangan yang dulu sangat ditekankan, kini mulai terpinggirkan.


Padahal, tulisan tangan rapi bukan hanya soal keindahan, melainkan juga melatih fokus, kedisiplinan, dan kejelasan dalam menyampaikan gagasan. Jika anak terbiasa menulis rapi sejak kecil, besar kemungkinan ia juga terbiasa berpikir lebih terstruktur.


Bismillah, sebagai ikhtiar kecil memperbaiki kebiasaan menulis tangan siswa, kami menghadirkan buku belajar menulis rapi. Buku ini dirancang sederhana, mudah dipakai untuk siswa SD kelas awal, bahkan cocok juga untuk anak usia TK.


Semoga kehadiran buku ini membawa manfaat nyata. File buku kami bagikan gratis bagi siapa saja yang menghendaki. Semoga menjadi amal jariyah bagi penyusun, dan menjadi salah satu upaya bersama untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga teliti dan rapi dalam setiap goresan pena.

Majelis Tabligh PCM Jetis Gelar Pelatihan Khatib: Menyiapkan Dai Pencerah di Mimbar Jumat

  Jetis, 19 Oktober 2025 — Dalam upaya menyiapkan kader khatib yang mumpuni dan berjiwa dakwah mencerahkan, Majelis Tabligh Pimpinan Cabang ...