Minggu, 27 Juli 2025

SD Bantul Timur Gelar Pengajian PERAK Perdana, Orang Tua Siswa Antusias Hadir

Bantul — SD Negeri Bantul Timur memulai tradisi baru dengan menyelenggarakan Pengajian Rutin Ahad Kliwon (PERAK) yang perdana pada Ahad, 27 Juli 2025. Kegiatan ini dihadiri para orang tua siswa kelas 1 hingga 3 sebagai peserta awal, bertempat di aula sekolah.


Pengajian dibuka dengan tadarus Al-Qur’an bersama, dilanjutkan sambutan dari Kepala Sekolah, Ibu Wining Nurdiyah, M.Pd. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas antusiasme para orang tua yang hadir dan mendukung program ini. "Pengajian ini menjadi ikhtiar bersama sekolah dan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai Islami sejak dini. Karena keterbatasan tempat, kami merencanakan ke depan peserta akan bergantian, pertemuan berikutnya untuk orang tua siswa kelas 4-6," ungkapnya.


Sebagai penceramah perdana, Ust. Triyanto, S.Pd., menyampaikan taushiyah bertajuk Ikhtiar Mewujudkan Generasi Shalih. Dalam kajiannya, beliau mengawali dengan membacakan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa: 9 tentang pentingnya perhatian terhadap generasi penerus. Ust. Triyanto kemudian memaparkan tips orang tua dalam mendidik anak, serta mengajak hadirin untuk menanamkan iman, menegakkan sholat, membiasakan anak mengaji, dan menanamkan akhlaq Islami di rumah.


Agar suasana tetap hidup, pengajian diselingi dengan ice breaking tepuk 1-5 yang memancing keceriaan para peserta, serta sesi tanya jawab yang berlangsung hangat.


Kegiatan ditutup dengan doa bersama, memohon kesungguhan dan tawakkal dalam mendidik anak-anak agar kelak menjadi generasi yang shalih dan sukses dunia-akhirat.


Dengan terselenggaranya pengajian PERAK perdana ini, SD Negeri Bantul Timur berharap dapat mempererat sinergi antara sekolah dan orang tua dalam membentuk generasi Islami yang berkarakter kuat.



Jumat, 25 Juli 2025

Sinergi Awal Orang Tua dan Guru Kelas 3A SDUA Bantul

Bantul, 25 Juli 2025 — Alhamdulillah, forum silaturahmi orang tua/wali siswa Kelas 3A Abdullah bin Jahsy SD Unggulan Aisyiyah Bantul telah sukses dilaksanakan pada Jumat, 25 Juli 2025. Kegiatan ini menjadi momen penting untuk mempererat komunikasi awal tahun ajaran antara pihak sekolah dan orang tua siswa.

Acara dibuka dengan penampilan siswa Kelas 3A yang membacakan hafalan surat Al-Infithar dan beberapa hadits pendek. Meski kegiatan belajar mengajar baru berjalan beberapa hari, anak-anak sudah menunjukkan hasil belajar, khususnya dalam hafalan yang menjadi target di kelas 3.

Selanjutnya, sesi ta’aruf (perkenalan) guru kelas dan pendamping menjadi agenda awal, dilanjutkan dengan pemaparan program kelas dan agenda sekolah. Beberapa program yang disampaikan antara lain pembiasaan rutin tahfidz, mengaji, infaq pekanan, senam, hingga projek kokurikuler yang akan dijalankan satu semester ke depan. Tak ketinggalan, guru kelas juga mensosialisasikan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Aisyiyah Bantul Hebat yang menjadi ciri khas pendidikan karakter di SDUA Bantul.

Setelah paparan program, sesi dialog terbuka diisi dengan tanggapan dan masukan dari orang tua siswa. Apresiasi disampaikan atas program-program yang telah disusun, disertai harapan agar seluruh agenda dapat berjalan lancar. Beberapa orang tua juga menyampaikan pertanyaan dan masukan terkait pelaksanaan kurikulum yang akan menjadi bahan evaluasi lebih lanjut oleh pihak sekolah.

Forum silaturahmi ini berlangsung dengan suasana akrab dan penuh antusiasme. Pengurus Dewan Kelas 3A juga tampak aktif berperan serta, termasuk kesiapan mereka untuk berpartisipasi dalam lomba tumpeng antar kelas dalam rangka Milad SDUA Bantul mendatang.

Acara ditutup dengan sesi foto bersama, menandai komitmen awal sinergi antara orang tua dan guru untuk mendukung kesuksesan pendidikan anak-anak Kelas 3A di tahun ajaran 2025/2026 ini.

Semoga ikhtiar bersama ini membawa keberkahan dan kelancaran dalam mendampingi tumbuh kembang putra-putri kita tercinta.



Minggu, 13 Juli 2025

Ketika Harus Melepas Anak ke Pondok Pesantren

(Refleksi hari pertama berpisah dengan anak untuk belajar di Pondok Pesantren)

Subuh itu terasa berbeda. Suara adzan yang biasanya menjadi alarm semangat, pagi itu justru seperti mengetuk-ngetuk dada. Putri kami masih lelap dalam tidurnya. Wajahnya tenang. Damai. Namun justru itulah yang membuat hati kami seperti remuk pelan-pelan. Hari itu adalah hari pertama tahun ajaran baru bagi anak sekolah. Hari dimana kami harus mengantar anak tercinta ke pondok pesantren. Resmi mondok. Resmi berpisah. Meski untuk belajar.

Beberapa bulan sebelumnya, kami sudah membulatkan niat. Ada harapan besar dan tulus agar anak kami mendapat pendidikan agama yang kuat, lingkungan yang baik, dan pembiasaan hidup Islami yang mungkin sulit kami wujudkan sepenuhnya di rumah. Kami menyadari betul, zaman sekarang tantangan begitu banyak. Teman, lingkungan, gadget, konten digital semuanya sangat sulit dikendalikan. Maka kami putuskan: melanjutkan ke jenjang SMP-nya di pondok pesantren, di MBS Pleret.

Tentu tidak serta-merta mudah. Anak kami pun awalnya agak berat menerima rencana ini. Sebagai orang tua, kami berusaha sabar dan lembut membujuk. Kami ajak ngobrol pelan-pelan. Kami tunjukkan sisi baiknya, manfaatnya, nilai besar di baliknya. Kami berkali-kali menyisipkan doa agar hatinya dilapangkan. Alhamdulillah, akhirnya ia mau. Kami daftarkan ia ke Muhammadiyah Boarding School Pleret yang kami percaya bisa menjadi tempat terbaik bagi pertumbuhan iman dan karakternya.

Namun tetap saja, hari keberangkatan itu jadi saat yang paling menggetarkan hati. Ternyata, berat bukan cuma di anak. Justru orang tua yang lebih rawan limbung.

Ketika kami hendak membangunkan anak, hati ini seolah tak tega. Seperti hari eksekusi, memisahkan anak dari orang tua. Bahkan muncul kegalauan yang seakain membisiki: “Benarkah ini pilihan terbaik? Bukankah ia masih anak-anak? Masih ingin bermanja, masih ingin bermain bersama adiknya, masih ingin duduk di pangkuan kita sepulang sekolah.” Juga ada pikiran sekelebat: “Jangan-jangan ini bentuk kezaliman terselubung. Kita pisahkan anak dari kenyamanan dan kasih sayang rumah.” Astaghfirullah. 

Tapi kami tahu, itu hanya getaran perasaan sesaat. Wajar. Karena orang tua mana yang tidak sayang anaknya? Orang tua mana yang tidak ingin selalu dekat, memeluknya saat tidur, menatapnya saat belajar, mendengarnya bercerita tentang hari-harinya?

Namun, justru karena sayang itulah kami berani mengambil langkah ini. Bukan karena menyerah, tetapi karena menyadari keterbatasan. Kami tidak bisa 24 jam menjaga anak dari paparan nilai yang tidak sepenuhnya baik. Kami tidak bisa terus mengawasi setiap konten yang masuk ke matanya, atau setiap omongan yang didengar telinganya dari lingkungan luar. Dunia terlalu luas, terlalu cepat, dan terlalu liar bagi anak-anak yang masih polos.

Pondok pesantren adalah ikhtiar kami. Bukan untuk menyerahkan tanggung jawab, tapi untuk menguatkan pondasi. Bukan untuk menjauh, tapi untuk mendekatkan ia pada Allah. Kami ingin anak kami punya akar iman yang dalam, agar kelak ketika ia tumbuh besar dan menghadapi hidup, ia tetap kokoh.

Tentu akan ada tangis di belakang pintu. Tentu akan ada ruang kosong di meja makan, di ruang keluarga, di shaf-shaf shalat berjamaah. Tapi semua itu bukan karena kehilangan, melainkan karena sedang menanam. InsyaAllah kami sedang menanam anak kami di tanah subur pesantren, agar ia tumbuh menjadi pohon yang kuat, rindang, dan bermanfaat.

Dan kami yakin, dalam setiap rindu dan perpisahan ini, Allah sedang menyiapkan kejutan-kejutan indah di masa depan. insyaAllah.

Menjaga Kerapian Tulisan Tangan di Era Digital

Oleh: Triyanto, S. Pd.  Tulisan tangan adalah salah satu keterampilan dasar yang seolah sederhana, tetapi memiliki peran besar dalam proses ...